Gideon Bosker. ©2013 NYTimes.com
Gideon Bosker awalnya menganggap remeh orang Indonesia. Menurutnya,
sangat sulit menemukan pribumi yang memiliki skill atau kemampuan
seperti orang di negaranya, Amerika Serikat.
Kepercayaan ini masih muncul ketika dirinya berlibur di Bali, seperti
yang ditulisnya dalam kolom Frequent Flier di situs The New York Times
(22/7). Namun, seketika pandangannya tentang orang Indonesia luntur saat
itu juga.
Singkat cerita, Bosker yang seorang dokter ini membawa laptonya saat
di Bali. Namun, ternyata laptop yang sedianya digunakan untuk bekerja
ini rusak di sana.
Dirinya pun merasa kesusahan apalagi sedang ada tugas penting yang
harus diselesaikannya dengan laptop ini. Dirinya pun memutar otak agar
bisa bekerja.
Yang terlintas pertama adalah mengembalikan laptop ini ke toko tempat
pembelian yang tak lain berada di AS. Dirinya pun juga memikirkan untuk
membeli laptop baru di Bali.
Namun, niatnya ini ternyata urung dilakukan setelah berkonsultasi
dengan petugas front desk hotel tempatnya menginap. Oleh sang petugas,
dirinya disarankan untuk menemui tukang reparasi laptop yang dikenalnya.
Bosker pun awalnya agak ragu mengingat di Bali memang tak memiliki
fasilitas teknologi mirip dengan yang ada di negaranya. Apalagi, setelah
diantar oleh petugas hotel, ternyata tempat tukang reparasi ini
terletak di pemukiman terpencil.
Di bengkel reparasi yang juga berperan sebagai toko komputer ini,
pramuniaga kemudian mengarahkan Bosker untuk menuju sang tukang
reparasi. Dirinya pun menyerahkan laptopnya dengan sedikit merasa kurang
yakin.
Setelah diperiksa, tukang reparasi yang masih remaja ini mengatakan
bahwa laptop milik Bosker tak bisa berjalan karena tak mau booting.
Bosker sendiri sudah mengetahui masalah tersebut sebelum berangkat ke
sana.
Saat itu juga, Bosker kemudian menanyakan apakah remaja tersebut bisa
memperbaiki laptopnya. Dengan tersenyum, seketika remaja ini pun
mengambil laptop Bosker.
Keheranan mulai muncul dari wajah Bosker ketika 'operasi' laptopnya
dilakukan. Sang pemuda ternyata tak menggunakan perlengkapan mutakhir
untuk memeriksa bagian mana yang rusak.
Seperti yang ditulis Bosker, pemuda itu hanya mengetuk-ngetuk
beberapa bagian laptopnya sambil mendengarkan suara yang dihasilkan
dengan seksama. "Hal ini mengingatkanku saat aku memeriksa pasien tua
yang mengidap pneumonia," terangnya.
Sejurus kemudian, bagian belakang laptop pun sudah dilepas satu per
satu. Sang remaja kemudian mengutak-atik beberapa kabel dan sambungan
yang ada di dalamnya.
Kemudian, cover belakang laptop dikembalikan seperti semula dan
kejadian mistis pun tampak. Seketika itu juga, ternyata laptop Bosker
yang dari tadi tak bisa digunakan tiba-tiba berjalan seperti biasa.
Awalnya Bosker rela untuk membayar berapapun biaya yang diminta
remaja tersebut atas jasanya memperbaiki laptop itu. Namun, sang remaja
ternyata hanya meminta imbalan sebesar Rp 20 ribu saja.
Bosker sendiri keheranan karena apa yang dilakukan remaja tadi
seperti tak ada sangkut pautnya dengan metode reparasi laptop. Semenjak
saat itu, dirinya pun tak lagi meremehkan orang lain, terutama orang
Indonesia.
"Namun yang lebih penting adalah saya mempelajari bahwa kadang Anda
tak bisa mengendalikan apapun. Kadang Anda harus menaruh kepercayaan
bahkan ke orang yang sepertinya tidak bisa," tulisnya.